sumber ilustrasi : openai.com

Perubahan iklim telah menjadi isu global yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk frekuensi dan intensitas bencana alam. Di Sulawesi Tengah, fenomena ini semakin terlihat dari peningkatan frekuensi banjir dalam beberapa dekade terakhir. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dampak perubahan iklim terhadap frekuensi banjir di Sulawesi Tengah, menganalisis data curah hujan, serta mengidentifikasi anomali iklim yang berkontribusi pada perubahan tersebut.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Frekuensi Banjir

Perubahan iklim menyebabkan peningkatan curah hujan ekstrem di Sulawesi Tengah. Berdasarkan data pengamatan, terdapat peningkatan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 15% dalam 20 tahun terakhir. Peningkatan ini terutama terlihat pada musim hujan (November-Maret), dengan intensitas hujan harian yang mencapai 150-200 mm pada puncaknya. Dampak paling signifikan terlihat pada tahun 2020 dan 2022, ketika banjir besar melanda Kota Palu dan sekitarnya.

Studi kasus menunjukkan bahwa banjir pada Januari 2022 disebabkan oleh hujan lebat selama tiga hari berturut-turut dengan curah hujan mencapai 250 mm/hari. Faktor penyebab lainnya adalah kerusakan hutan di daerah aliran sungai (DAS) Palu dan pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan risiko banjir.

Anomali Iklim yang Mempengaruhi

Beberapa anomali iklim yang signifikan di Sulawesi Tengah meliputi El Niño, La Niña, dan Indian Ocean Dipole (IOD). Hasil analisis menunjukkan bahwa periode La Niña meningkatkan curah hujan hingga 20% dari kondisi normal, sementara El Niño mengurangi curah hujan hingga 30%. Pada saat IOD positif, curah hujan di Sulawesi Tengah meningkat sebesar 10-15%, sedangkan IOD negatif cenderung menyebabkan kondisi lebih kering.

Studi Kasus: Banjir di Kota Palu

Pada Januari 2022, banjir besar melanda Kota Palu, menyebabkan ribuan rumah terendam dan puluhan korban jiwa. Hasil investigasi menunjukkan bahwa La Niña berperan besar dalam meningkatkan curah hujan. Selain itu, perubahan tata guna lahan yang tidak terkontrol juga memperparah dampak banjir. Penggundulan hutan di wilayah DAS Palu mengurangi kapasitas resapan air, sehingga debit air meningkat secara signifikan.

Kejadian banjir terbaru terjadi pada tanggal 25 April 2025, Sulawesi Tengah mengalami hujan harian dengan intensitas *Ringan-Ekstrem* yang menyebabkan banjir dirasakan paling parah di Kota Palu pada sore hari. Hujan yang terjadi disebabkan oleh adanya pergerakan dari aktivitas gelombang Equatorial Rossby yang terjadi di Equator, tepatnya diatas wilayah Sulawesi Tengah.

Pemerintah daerah telah melakukan beberapa upaya mitigasi, seperti pembuatan bendungan dan normalisasi sungai. Namun, upaya ini belum cukup optimal karena masih banyak daerah yang tidak memiliki kapasitas drainase yang memadai. Program penghijauan di daerah aliran sungai juga mulai dilakukan sebagai langkah pencegahan banjir di masa depan.

Kesimpulan

Perubahan iklim telah secara nyata meningkatkan frekuensi banjir di Sulawesi Tengah. Anomali iklim seperti El Niño, La Niña, dan IOD memainkan peran penting dalam mempengaruhi pola curah hujan di wilayah ini. Diperlukan upaya mitigasi yang lebih komprehensif, termasuk penguatan kapasitas drainase dan konservasi hutan di daerah aliran sungai.

Daftar Pustaka

  • Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). (2024). Analisis Curah Hujan dan Banjir di Sulawesi Tengah.

  • Indonesian National Board for Disaster Management (BNPB). (2023). Laporan Banjir di Kota Palu.

  • IPCC. (2021). Climate Change: The Physical Science Basis. Cambridge University Press.

  • Subagyo, A. et al. (2022). Dampak Perubahan Iklim terhadap Risiko Bencana di Sulawesi Tengah. Jurnal Meteorologi Tropis.