Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang terdapat di atmosfer bumi dan memiliki kemampuan untuk menyerap serta memancarkan radiasi inframerah. Proses ini dikenal sebagai efek rumah kaca, yang secara alami menjaga suhu permukaan bumi tetap stabil. Namun, ketika konsentrasi GRK meningkat secara berlebihan akibat aktivitas manusia, efek ini menjadi terlalu kuat dan menyebabkan pemanasan global.

Jenis-Jenis Utama Gas Rumah Kaca

 

Penyebab Peningkatan GRK oleh Manusia

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama sejak dimulainya era industri. Sektor energi menjadi penyumbang terbesar, di mana pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam untuk pembangkit listrik, transportasi, serta kegiatan industri melepaskan karbon dioksida (CO₂) dalam jumlah besar. Selain itu, deforestasi juga berperan penting karena mengurangi kemampuan bumi menyerap CO₂, sekaligus melepaskan karbon dari biomassa pohon yang ditebang atau dibakar. Di sektor pertanian, pelepasan metana (CH₄) berasal dari proses fermentasi dalam sistem pencernaan hewan ruminansia seperti sapi, serta dari sawah yang digenangi air. Penggunaan pupuk nitrogen di lahan pertanian juga menghasilkan dinitrogen oksida (N₂O), gas rumah kaca dengan daya pemanasan yang tinggi. Sektor pengelolaan limbah juga menyumbang emisi, terutama dari tempat pembuangan akhir (TPA) yang menghasilkan metana akibat pembusukan bahan organik dalam kondisi anaerob. Selain itu, kegiatan industri modern yang menggunakan pendingin seperti refrigeran sintetis (CFC, HFC) turut melepaskan gas-gas rumah kaca yang sangat kuat dan dapat bertahan di atmosfer selama ratusan tahun.

Tren Konsentrasi GRK di Atmosfer

Tren konsentrasi gas rumah kaca menunjukkan peningkatan yang tajam dan berkelanjutan sejak abad ke-18. Konsentrasi karbon dioksida, yang sebelum era industri hanya sekitar 280 ppm (part per million), kini telah melampaui 419 ppm. Ini adalah level tertinggi dalam lebih dari 800.000 tahun terakhir berdasarkan data paleoklimat dari inti es kutub. Metana juga menunjukkan lonjakan signifikan, meningkat lebih dari 150% dibandingkan kondisi pra-industri, sementara dinitrogen oksida telah naik lebih dari 20%. Kenaikan ini terutama terlihat dalam beberapa dekade terakhir, seiring pertumbuhan ekonomi global yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil dan pola konsumsi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Konsentrasi gas-gas ini terus meningkat dari tahun ke tahun, yang artinya efek rumah kaca buatan (antropogenik) semakin menguat dan memicu pemanasan global dengan berbagai dampaknya.

Dampak Peningkatan GRK

  • Pemanasan suhu global rata-rata
  • Peningkatan intensitas cuaca ekstrem (gelombang panas, badai, hujan ekstrem)

  • Kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es kutub

  • Perubahan pola musim dan iklim regional

  • Gangguan terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati

  • Ancaman terhadap ketahanan pangan dan kesehatan manusia

Solusi dan Mitigasi

Untuk mengatasi peningkatan emisi gas rumah kaca dan dampaknya, dibutuhkan solusi yang mencakup langkah mitigasi yang terencana dan menyeluruh. Salah satu strategi utama adalah beralih dari energi fosil ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, hidro, dan bioenergi. Transportasi juga harus diarahkan menuju sistem rendah emisi, seperti kendaraan listrik, transportasi umum yang efisien, serta pengembangan jalur pejalan kaki dan sepeda. Dalam sektor pertanian, penggunaan pupuk perlu dioptimalkan, pakan ternak dapat dimodifikasi untuk mengurangi produksi metana, dan sistem sawah bisa diatur agar tidak selalu tergenang. Pengelolaan limbah organik juga bisa diperbaiki melalui sistem biodigester dan pemisahan sampah. Selain itu, reforestasi dan pelestarian hutan menjadi kunci penting karena vegetasi mampu menyerap CO₂ dalam jumlah besar. Di tingkat kebijakan, negara-negara didorong untuk menetapkan target penurunan emisi melalui perjanjian global seperti Perjanjian Paris, dengan tujuan membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C. Upaya ini harus disertai kesadaran publik dan partisipasi aktif masyarakat, karena penanggulangan perubahan iklim adalah tanggung jawab kolektif yang mendesak dan berkelanjutan.

Pemantauan Gas Rumah Kaca oleh BMKG

Sebagai institusi yang merupakan perpanjangan tangan dari World Meteorological Organization (WMO), BMKG melaksanakan pemantauan GRK seperti yang dipersyaratkan oleh WMO. Jaringan pemantau atmosfer global atau yang sering kita sebut Global Atmosphere Watch (GAW) merupakan jaringan internasional yang memantau segala kegiatan yang berkaitan dengan komposisi atmosfer. Sejak tahun 1996, pemantauan GRK sudah dilakukan di Stasiun Global Atmospheric Watch (GAW) Bukit Kototabang Sumatera Barat merupakan satu-satunya stasiun berskala global berdasarkan kriteria yang berada di Indonesia. Tugas utama dari Stasiun ini adalah mengamati komposisi kimia atmosfer terutama GRK dan parameter selektif fisik atmosfer yang dijadikan sinyal maupun indikator perubahan iklim global. Pengukuran GRK yang dilakukan di Stasiun GAW Bukit Kototabang tidak berdiri sendiri, namun merupakan bagian dari jaringan program CCGG-NOAA (Carbon Cycle and Greenhouse Gases) yang diakui sebagai sumber data untuk laporan IPCC. Sampai dengan saat ini, pembangunan stasiun GAW dilakukan di Indonesia Bagian Tengah yaitu di desa Bariri, Palu, Sulawesi Tenggara, dan stasiun GAW di Indonesia Bagian Timur yaitu di Sorong, Papua untuk memperkuat data dan informasi di stasiun GAW Bukit Kototabang Sumatera Barat. Penguatan kapasitas sumber daya di tiga stasiun GAW sangat diperlukan untuk kemandirian dalam penanganan peralatan dan pengelolaan data yang dimiliki oleh stasiun GAW tersebut.

Contoh Hasil Pengolahan data CH₄ di Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri

 

 

Grafik diatas menampilkan pola rata-rata konsentrasi metana (CH₄) sepanjang hari (jam UTC) selama tahun 2024 di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Bariri. Konsentrasi tertinggi CH₄ terjadi pada dini hari sekitar pukul 01.00–02.00 UTC, yaitu pada saat atmosfer cenderung stabil dan belum terjadi pencampuran vertikal. Stabilitas ini menyebabkan gas-gas yang dilepaskan dari permukaan tanah, vegetasi, dan aktivitas biologis tetap terperangkap di lapisan bawah atmosfer, sehingga konsentrasinya tinggi.

Konsentrasi CH₄ menurun sekitar pukul 06.00–07.00 UTC. Penurunan ini disebabkan oleh mulai aktifnya pemanasan matahari, yang memicu terbentuknya konveksi dan pencampuran vertikal udara.

Rentang konsentrasi CH₄ sepanjang hari berada di kisaran 1,918–1,938 ppm, yang termasuk dalam nilai wajar untuk latar belakang atmosfer tropis, meskipun menunjukkan adanya pengaruh lokal dan waktu terhadap dinamika gas rumah kaca.

Grafik rata-rata diurnal konsentrasi karbon dioksida (CO₂) tahun 2024 di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu Bariri menunjukkan pola fluktuasi harian. Gas CO₂ tertinggi terjadi dan didominasi pada malam hari. Perlu diketahui, pada siang hari tumbuhan melakukan fotosintesis, menyerap CO₂ dari atmosfer dan melepaskan O₂. Sedangkan pada malam hari, karena tidak ada sinar matahari, proses fotosintesis berhenti sehingga tidak ada penyerapan CO₂ yang aktif. Sebaliknya, tumbuhan tetap melakukan respirasi yang justru melepaskan CO₂ ke atmosfer.

Kondisi atmosfer pada malam hari juga dipengaruhi oleh fenomena inversi termal. Inversi termal menyebabkan lapisan udara dingin terperangkap di dekat permukaan tanah dan tertutup oleh udara yang lebih hangat di atasnya. Hal ini menghambat pergerakan udara ke atas, sehingga CO₂ yang dihasilkan dari respirasi dan aktivitas manusia terkonsentrasi di dekat permukaan.

Kondisi tersebut memberikan informasi penting bahwa sebaiknya menghindari berada terlalu dekat dengan pepohonan pada malam hari, guna mengurangi risiko CO₂ masuk ke dalam saluran pernapasan.



 Referensi

  • Britannica. Greenhouse Gas.
  • IPCC AR6 – The Physical Science Basis
  • WMO Greenhouse Gas Bulletin. 
  • UNEP Climate Action.
  • Pelatihan Teknis Pengelolaan Layanan Informasi dan Kualitas Udara untuk Mengantisipasi Bencana, tahun 2020 – BMKG.
  • Buletin Tahunan: Analisis Iklim, Aerosol, Gas Rumah Kaca dan Air Hujan Januari–Desember 2024 (Volume IV, Tahun 2025).