Potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah ancaman tahunan yang kerap meningkat seiring dengan musim kemarau. Ketika curah hujan menurun drastis, lahan menjadi kering dan sangat rentan terhadap api. Kondisi ini diperparah di daerah dengan vegetasi gambut yang dikenal mudah terbakar, di mana api dapat menjalar di bawah permukaan tanah dan sulit untuk dipadamkan.

Untuk mengantisipasi ancaman ini, penting untuk memahami salah satu indikator kunci: Hari Tanpa Hujan (HTH). HTH adalah periode panjang tanpa turunnya hujan, yang secara langsung berkontribusi pada kekeringan lahan. Semakin panjang periode HTH, semakin tinggi pula risiko terjadinya karhutla. Oleh karena itu, pemantauan rutin terhadap HTH menjadi langkah proaktif yang krusial.

 

Peran Sentral BMKG dalam Mitigasi Dini

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memiliki peran sentral dalam memantau kondisi HTH secara rutin. Dengan menggunakan citra satelit dan data stasiun cuaca, BMKG dapat mengidentifikasi wilayah-wilayah yang rentan mengalami kekeringan. Informasi ini kemudian menjadi peringatan dini yang sangat berharga bagi pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan masyarakat.

Peringatan dini ini memungkinkan semua pihak untuk mengambil tindakan pencegahan yang terukur, seperti meningkatkan kewaspadaan, menyiapkan sumber daya, serta mengelola sumber daya air dengan lebih efektif selama musim kemarau. Tanpa data yang akurat dan tepat waktu, upaya mitigasi akan jauh lebih sulit dan reaktif.

 

Studi Kasus: Ancaman Karhutla di Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah, meskipun tidak selalu menjadi sorotan utama dalam isu karhutla nasional, tetap menghadapi risiko yang signifikan. Berdasarkan data DIBI, kebakaran hutan dan lahan adalah salah satu dari delapan jenis bencana alam yang pernah terjadi di provinsi ini antara tahun 2009 hingga 2019.

Contoh nyata dari ancaman ini terlihat pada musim kemarau tahun 2023 di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong. Setelah kedua wilayah ini mengalami HTH lebih dari 31 hari, yang dikategorikan sebagai sangat panjang, pantauan satelit BMKG menunjukkan peningkatan signifikan pada jumlah titik panas (hotspot). Kondisi ini menyebabkan vegetasi di lahan pertanian dan kawasan hutan mengering total, menjadikannya bahan bakar sempurna bagi api. Kebakaran yang terjadi kemudian sulit dikendalikan, meluas hingga ke kawasan hutan produksi, bahkan mengancam pemukiman warga.

Dampak dari kebakaran ini tidak hanya terbatas pada kerusakan lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Asap pekat yang dihasilkan menyebabkan gangguan pernapasan dan menurunkan kualitas udara hingga level yang tidak sehat.

 

Kolaborasi sebagai Kunci Kesuksesan Mitigasi

Mencegah karhutla dan mengelola kekeringan bukanlah tanggung jawab satu pihak. Diperlukan sinergi dan kolaborasi yang kuat antara berbagai instansi dan elemen masyarakat. Kolaborasi ini melibatkan BMKG, Dinas Kehutanan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), aparat desa, hingga partisipasi aktif dari masyarakat.

Informasi HTH dari BMKG harus menjadi landasan utama bagi semua pihak dalam menyusun strategi mitigasi. Informasi ini dapat digunakan untuk:

  • Menentukan waktu yang tepat untuk memberlakukan larangan pembakaran lahan. Melakukan pembakaran saat kondisi HTH sangat panjang adalah tindakan yang sangat berisiko.
  • Merancang strategi irigasi dan pengelolaan air yang cerdas selama musim kemarau untuk memastikan ketersediaan air tetap terjaga.
  • Mempersiapkan sumber daya, peralatan, dan personel untuk penanggulangan bencana kebakaran secara cepat dan efektif.
  • Melakukan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat mengenai bahaya membuka lahan dengan cara dibakar dan mendorong metode pertanian yang ramah lingkungan.

Dengan kesadaran yang tinggi, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi yang solid, kita dapat lebih efektif dalam mencegah karhutla. Upaya ini bukan hanya untuk melindungi hutan, tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan ketahanan sosial dari dampak bencana kekeringan dan kebakaran yang semakin sering terjadi.