
World Meteorological Organization (WMO) dalam siaran pers terbarunya menyebut bahwa tahun 2025 berpotensi menjadi tahun terpanas kedua atau ketiga dalam catatan sejarah. Data global menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi dari Januari hingga Agustus 2025 mencapai +1,42 °C ± 0,12 °C di atas rata-rata pra-industri (1850–1900). Kenaikan suhu ini menegaskan bahwa tren pemanasan global tidak lagi menjadi proyeksi masa depan, melainkan kenyataan yang kini dirasakan di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Fenomena ini membawa konsekuensi serius terhadap kestabilan iklim, keamanan pangan, ketersediaan air, hingga kesehatan masyarakat.
Tren Pemanasan Global Tahun 2025
Menurut WMO, rekor suhu yang tinggi pada 2025 dipicu oleh kombinasi antara akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dan pengaruh El Niño yang memperkuat pemanasan alami di wilayah tropis.
Selain itu, WMO juga mencatat bahwa:
-
Konsentrasi gas rumah kaca seperti CO₂, CH₄, dan N₂O kembali mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.
-
Lautan mengalami peningkatan panas yang signifikan, dengan suhu permukaan laut global (SST) rata-rata tertinggi yang pernah tercatat.
-
Es laut Arktik dan Antarktik berada pada luasan minimum dan maksimum yang jauh di bawah normal.
-
Permukaan laut global terus naik dengan laju sekitar 4,1 mm per tahun, hampir dua kali lipat dibandingkan dua dekade sebelumnya.
Sekretaris Jenderal WMO, Prof. Celeste Saulo, menegaskan bahwa setiap tahun yang melampaui ambang +1,5 °C akan memberikan dampak sosial-ekonomi yang besar, memperdalam ketimpangan, dan mempercepat kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.
Relevansi untuk Indonesia
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km, merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim global.
1. Kenaikan Suhu dan Cuaca Ekstrem
BMKG memproyeksikan bahwa suhu rata-rata nasional dapat meningkat lebih dari 1,3 °C pada periode 2020–2049. Fenomena suhu tinggi ekstrem yang terjadi pada 2023–2025 merupakan bukti nyata tren tersebut.
Selain itu, Indonesia mengalami peningkatan frekuensi hujan ekstrem, gelombang panas, dan periode kering berkepanjangan di beberapa wilayah, termasuk di kawasan timur Indonesia.
2. Naiknya Permukaan Laut
Hasil observasi menunjukkan bahwa kenaikan muka laut di perairan Indonesia berkisar antara 0,3–0,5 cm per tahun. Di beberapa wilayah pesisir seperti Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, intrusi air laut dan abrasi mulai mengancam permukiman dan lahan pertanian
Kondisi ini konsisten dengan temuan WMO tentang percepatan kenaikan muka laut global akibat mencairnya es di kutub dan pemuaian termal air laut.
3. Tantangan Transisi Energi dan Ketahanan Pangan
Laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2025 yang dirilis oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) menegaskan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam beralih menuju energi bersih. Padahal, sektor energi merupakan penyumbang utama emisi karbon yang memperparah pemanasan global.
Selain itu, sektor pertanian dan perikanan dua pilar ekonomi masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap perubahan pola iklim dan suhu.
Dampak Dalam Cakupan Lokal: Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah (Sulteng), yang dikenal sebagai wilayah dengan bentang alam kompleks dari pesisir hingga pegunungan juga merasakan langsung dampak pemanasan global.
1. Peningkatan Suhu dan Perubahan Curah Hujan
Berdasarkan hasil kajian Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, terdapat tren kenaikan suhu udara sekitar 0,045 °C per tahun sejak 1980, serta peningkatan curah hujan tahunan hingga 52 mm per tahun.
Kondisi ini berdampak pada sektor pertanian (pergeseran musim tanam), peningkatan risiko banjir di dataran rendah, dan kekeringan di wilayah tengah seperti Sigi dan Parigi Moutong.
2. Dampak Pesisir dan Laut
Peningkatan suhu permukaan laut di perairan sekitar Teluk Palu dan Teluk Tomini turut memengaruhi produktivitas perikanan. Fenomena pemutihan terumbu karang (coral bleaching) mulai dilaporkan di beberapa lokasi, sementara abrasi pantai dan intrusi air laut mengancam kawasan pesisir.
Kombinasi antara kenaikan muka laut dan perubahan suhu laut juga meningkatkan kerentanan masyarakat nelayan di pesisir Donggala, Tolitoli, dan Banggai.
3. Kesadaran Iklim dan Peluang Aksi
Penelitian lokal menunjukkan bahwa sekitar 96% masyarakat Sulawesi Tengah telah mengetahui isu perubahan iklim, tetapi tindakan adaptasi dan mitigasi masih terbatas. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, akademisi, dan komunitas sangat dibutuhkan.
Sulteng memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, mikrohidro, dan biomassa, yang sejalan dengan upaya nasional mengurangi emisi karbon.
Arah Solusi dan Adaptasi
Untuk menanggapi tantangan global ini, terdapat beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan di tingkat nasional dan lokal:
-
Memperkuat sistem pemantauan iklim dan kualitas udara di Sulawesi Tengah, termasuk perluasan sensor meteorologi dan jaringan pengamatan.
-
Mengintegrasikan data iklim dalam perencanaan pembangunan daerah (RPJMD) agar kebijakan berbasis bukti dapat diterapkan.
-
Mengembangkan sektor energi bersih dengan memanfaatkan potensi energi surya dan hidro lokal.
-
Melakukan restorasi ekosistem pesisir seperti mangrove dan terumbu karang untuk mengurangi dampak kenaikan muka laut.
-
Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui pendidikan iklim, pelatihan komunitas, dan sistem peringatan dini berbasis desa.
Tren pemanasan global yang terus meningkat menegaskan bahwa dunia, termasuk Indonesia, telah memasuki era baru di mana perubahan iklim menjadi tantangan utama pembangunan. Sulawesi Tengah, sebagai bagian dari Indonesia timur yang kaya sumber daya alam, memiliki peran penting untuk menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian iklim dapat berjalan beriringan. Dengan dukungan riset ilmiah, kebijakan berbasis data, serta partisipasi masyarakat, daerah ini dapat menjadi contoh ketahanan iklim di tengah dunia yang terus memanas.
Daftar Pustaka
-
World Meteorological Organization (2025). 2025 Set to Be Second or Third Warmest Year on Record, Continuing Exceptionally High Warming Trend. Geneva: WMO. https://wmo.int/news/media-centre/2025-set-be-second-or-third-warmest-year-record-continuing-exceptionally-high-warming-trend
-
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2023). Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia 2020–2049. Jakarta: BMKG.
-
UNEP GRID-Arendal (2023). Climate Change Profile: Indonesia. https://dicf.unepgrid.ch/indonesia/climate-change
-
Institute for Essential Services Reform (2024). Indonesia Energy Transition Outlook 2025. Jakarta: IESR.
-
GAW Lore Lindu Bariri (2024). Tren Suhu dan Curah Hujan di Sulawesi Tengah. Artikel internal Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri.
-
Gawpalu.id (2023). Persepsi Masyarakat terhadap Perubahan Iklim di Sulawesi Tengah.
-
Adaptation Fund (2025). Proposal for Indonesia: Building Climate Resilient District in Sigi District. https://www.adaptation-fund.org
-
IPTEK ITS (2024). Analisis Kenaikan Suhu Permukaan Laut di Wilayah Makassar dan Sekitarnya.