Sulawesi Tengah kini menghadapi tantangan baru di tengah perubahan iklim: meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD). Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini memang bukan hal baru di Indonesia. Namun, dengan iklim yang kian tidak menentu, ancaman demam berdarah menjadi lebih berat dan meluas, termasuk di wilayah kita.


Bagaimana Iklim Memengaruhi Demam Berdarah?

Demam berdarah sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Nyamuk pembawa virus dengue berkembang biak dengan baik pada suhu hangat, kelembapan tinggi, serta adanya genangan air. Ketika suhu udara meningkat, siklus hidup nyamuk menjadi lebih cepat. Virus dengue juga berkembang lebih cepat dalam tubuh nyamuk saat suhu naik, membuat penularan ke manusia berlangsung dalam waktu yang lebih singkat.

Sementara itu, curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya genangan air, seperti pada ember, ban bekas, pot bunga, maupun saluran air yang tersumbat. Tempat-tempat inilah yang menjadi lokasi ideal bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak.

Di sisi lain, pada musim kemarau, kekeringan sering memaksa masyarakat menampung air hujan dalam wadah terbuka, yang tanpa disadari justru menjadi sarang nyamuk baru. Inilah gambaran bagaimana perubahan iklim yang membuat cuaca semakin tidak menentu secara langsung memperbesar risiko penularan demam berdarah.


Kondisi Demam Berdarah di Sulawesi Tengah

Data dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa kasus demam berdarah di Sulawesi Tengah terus mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama memasuki tahun 2024. Hingga awal Maret 2024, tercatat sudah hampir 16.000 kasus DBD terjadi di berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, dengan total kematian mencapai 124 jiwa secara nasional.

Kota Palu sebagai pusat aktivitas ekonomi dan kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan kasus. Pada awal 2024, tercatat setidaknya ada 29 pasien aktif yang dirawat karena demam berdarah di rumah sakit Palu.

Penelitian di salah satu wilayah, Kelurahan Birobuli Selatan, menunjukkan sebanyak 80 pasien suspect DBD dilaporkan dalam kurun waktu hanya enam bulan. Bahkan, angka kematian (CFR) di Kota Palu sempat mencapai 1,34%, yang artinya melebihi standar nasional yang diharapkan berada di bawah 1%.


Mengapa Perubahan Iklim Memperparah Demam Berdarah?

Ada beberapa alasan mengapa perubahan iklim memperburuk penyebaran demam berdarah:

  1. Suhu Lebih Tinggi:
    Dengan suhu udara yang terus meningkat, nyamuk berkembang lebih cepat, umur hidupnya lebih panjang, dan penularan virus dengue menjadi lebih cepat.
  2. Curah Hujan Tidak Menentu:
    Musim hujan yang datang lebih awal atau berlangsung lebih panjang menciptakan banyak tempat genangan air baru untuk berkembang biaknya nyamuk.
  3. Kelembapan Udara Tinggi:
    Dengan kelembapan yang terus meningkat, nyamuk bisa bertahan hidup lebih lama, sehingga memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggigit manusia.
  4. Fenomena Cuaca Ekstrem:
    Perubahan iklim memicu terjadinya gelombang panas, banjir, atau kekeringan yang ekstrem, yang semuanya secara tidak langsung memperbesar resiko penyebaran demam berdarah.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Meski tantangan semakin besar, sebenarnya masih banyak upaya yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk mencegah demam berdarah, antara lain:

  1. Penerapan 3M Plus:
    Menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat air, mengubur barang bekas, serta menambahkan larvasida pada penampungan air.
  2. Pemantauan Lingkungan:
    Memastikan lingkungan rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah bersih dari potensi genangan air.
  3. Sistem Peringatan Dini:
    Menggunakan informasi cuaca dari BMKG sebagai peringatan akan potensi peningkatan kasus demam berdarah saat musim hujan panjang.
  4. Pengendalian Vektor:
    Menggunakan metode pengendalian nyamuk berbasis teknologi, seperti pelepasan nyamuk Wolbachia yang aman dan efektif menghambat penyebaran virus dengue.
  5. Kolaborasi Lintas Sektor:
    Diperlukan kerja sama antara pemerintah daerah, dinas kesehatan, BMKG, sekolah, organisasi masyarakat, hingga warga untuk bersama-sama melawan demam berdarah.

Penutup

Perubahan iklim bukan sekadar isu lingkungan, tetapi telah menjadi tantangan serius bagi kesehatan masyarakat. Khususnya di Sulawesi Tengah, kita sudah merasakan langsung bagaimana iklim yang berubah memperparah ancaman demam berdarah. Dengan meningkatkan kesadaran, memperkuat upaya pencegahan, serta memanfaatkan informasi iklim dengan baik, kita bisa bersama-sama mengurangi risiko demam berdarah di masa depan.


Daftar Pustaka

  1. KabarSaurus, 2024. Kasus DBD Sulawesi Tengah Meningkat.

  2. Dinas Kesehatan Kota Palu, 2024. Data Surveilans DBD Palu.

  3. Devi Oktafiani dkk., 2024. Pengendalian Vektor DBD di Palu, Jurnal Universitas Tadulako.

  4. BMKG, 2024. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan di Indonesia.

  5. WHO, 2023. Dengue and Severe Dengue Factsheet.

  6. A. Rasjid et al., 2019. Climate change and dengue fever in South Sulawesi.