Setiap tahun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prakiraan musim hujan dan musim kemarau bagi seluruh wilayah Indonesia. Informasi ini bukan sekadar ramalan, tetapi hasil analisis ilmiah berbasis data observasi dan model iklim global. Tujuannya adalah agar pemerintah, petani, pelaku usaha, dan masyarakat dapat merencanakan aktivitas lebih adaptif terhadap kondisi iklim yang akan datang.

1. Pemantauan Dinamika Atmosfer dan Laut

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Hindia memiliki keragaman cuaca dan iklim yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh interaksi berbagai fenomena iklim global dan regional, antara lain ENSO, IOD, Sirkulasi Monsun Asia–Australia, ITCZ, dan Suhu Permukaan Laut Indonesia.

  • El Niño Southern Oscillation (ENSO)

El Niño terjadi ketika suhu permukaan laut di Pasifik Tengah Ekuator lebih hangat dari biasanya, yang dapat mengurangi curah hujan di Indonesia, terutama jika suhu perairan Indonesia dingin. La Niña terjadi ketika suhu permukaan laut di Pasifik Tengah Ekuator lebih dingin dari biasanya, yang dapat meningkatkan curah hujan di Indonesia, terutama jika suhu perairan lokal hangat. Pengaruh ENSO bervariasi tergantung pada musim dan lokasi wilayah di Indonesia.

  • Indian Ocean Dipole (IOD)

IOD positif (anomali suhu muka laut di perairan pantai timur Afrika lebih tinggi daripada perairan barat Sumatera) dapat mengurangi curah hujan di bagian barat Indonesia. IOD negatif umumnya dapat meningkatkan curah hujan di bagian barat Indonesia.

  • Sirkulasi Monsun Asia–Australia

Angin monsun baratan (ketika tekanan udara di Asia lebih tinggi) berkaitan dengan musim hujan di Indonesia. Angin monsun timuran/tenggara (ketika tekanan udara lebih tinggi di Australia) berasosiasi dengan musim kemarau di Indonesia.

  • Intertropical Convergence Zone (ITCZ)

ITCZ adalah daerah pertemuan angin di wilayah tropis yang memanjang dari barat ke timur. Pergerakan utara–selatannya mengikuti pergerakan tahunan matahari. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ berpotensi mengalami peningkatan pembentukan awan dan hujan.

  • Suhu Permukaan Laut di Wilayah Perairan Indonesia

Suhu permukaan laut yang panas meningkatkan potensi penguapan air dan pembentukan awan. Suhu permukaan laut yang dingin mengurangi potensi penguapan dan pembentukan awan.

2. Analisis Pola Hujan dan Perbandingan Terhadap Normal

Setelah kondisi atmosfer dianalisis, BMKG mengolah data curah hujan jangka panjang dari ratusan stasiun di seluruh Indonesia. Dari data ini, para prakirawan menentukan parameter utama musim, baik musim hujan maupun musim kemarau, yaitu:

  • Awal musim:

Awal Musim Kemarau (AMK): Jika terdapat satu dasarian dengan curah hujan <50 mm dan diikuti dengan dua dasarian berikutnya <50 mm, maka dasarian pertama ditetapkan sebagai AMK; Jika dasarian pertama <50 mm namun salah satu dari dua dasarian berikutnya ≥50 mm dan jumlah dari ketiga dasarian tersebut <150 mm, maka dasarian pertama ditentukan sebagai AMK.

Awal Musim Hujan (AMH): Jika terdapat satu dasarian dengan curah hujan ≥50 mm dan diikuti dengan dua dasarian berikutnya ≥50 mm, maka dasarian pertama ditetapkan sebagai AMH (Ilustrasi 1); Jika dasarian pertama ≥50 mm namun salah satu dari dua dasarian berikutnya <50 mm dan jumlah dari ketiga dasarian tersebut ≥150 mm, maka dasarian pertama ditentukan sebagai AMH.

  • Sifat musim → Akumulasi curah hujan selama satu periode musim yang diprediksi dibandingkan dengan normalnya (Atas Normal jika curah hujan > 115%, Normal jika curah hujan 85-115%, dan Bawah Normal jika curah hujan < 85%)

  • Puncak musim →Periode bulan dengan curah hujan tertinggi (untuk musim hujan) atau terendah (untuk musim kemarau) selama tiga dasarian berturut-turut.

  • Durasi musim → lamanya periode musim berlangsung

  • Perbandingan dengan normal klimatologis 30 tahun → untuk menilai apakah musim datang lebih cepat, sama, atau lebih lambat dari biasanya.

3. Rapat Prakiraan Musim

Sebelum diumumkan ke publik, hasil prakiraan dibahas dalam Rapat Prakiraan Musim Nasional, sebuah forum koordinasi yang mempertemukan para ahli klimatologi dari seluruh stasiun BMKG. Di rapat ini, para ahli meninjau hasil analisis, memvalidasi model, dan menyesuaikan prakiraan dengan kondisi iklim global terkini seperti ENSO, IOD, dan sirkulasi monsun.

4. Diseminasi dan Pemanfaatan Informasi

Setelah final, BMKG menyampaikan hasilnya melalui siaran pers, laman resmi, dan kanal media sosial, lengkap dengan peta prakiraan musim, sifat hujan, dan waktu puncak musim. Informasi ini digunakan oleh berbagai pihak untuk:

  • Menyesuaikan pola tanam dan irigasi di sektor pertanian,

  • Mengelola ketersediaan air dan energi di sektor ketenagalistrikan,

  • Mengantisipasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan,

  • Serta meningkatkan kewaspadaan kesehatan dan lingkungan pada saat kelembapan tinggi.

5. Kesimpulan

Penyusunan prakiraan musim oleh BMKG adalah hasil kerja panjang dan kolaboratif antara pengamatan langsung, analisis ilmiah, serta model iklim global. Proses ini tidak hanya membantu memprediksi kapan musim datang, tetapi juga memberikan gambaran kondisi dan risiko yang mungkin terjadi. Dengan memahami cara BMKG bekerja, masyarakat dapat lebih percaya dan memanfaatkan informasi iklim ini untuk perencanaan yang cerdas dan adaptif terhadap perubahan cuaca dan iklim.


📍Untuk informasi Prakiraan Musim Provinsi Sulawesi Tengah, dapat diakses melalui laman resmi Stasiun GAW Lore Lindu Bariri:  https://gaw-bariri.bmkg.go.id/index.php/karya-tulis-dan-artikel/buletin-musim